Melanjutkan
postingan sebelumnya tentang metode pengembangan sistem. Metode pengembangan
sistem adalah kerangka yang digunakan untuk menstruktur, merencanakan, dan
mengendalikan proses pengembangan suatu sistem informasi.
Di postingan
sebelumnya telah dibahas tentang metode waterfall,
yaitu pengerjaan dari suatu sistem dilakukan secara berurutuan atau secara
linier. Jadi jika langkah satu belum dikerjakan maka tidak akan bisa melakukan
pengerjaan langkah 2, 3, dan seterusnya. Pada postingan kali ini akan dibahas
tentang metode lainnya, yaitu metode pengembangan sistem prototyping.
Prototyping
adalah pengembangan yang cepat dan pengujian terhadap model kerja (prototipe)
dari aplikasi baru melalui proses interaksi dan berulang-ulang yang biasa
digunakan ahli sistem informasi dan ahli bisnis. Prototyping disebut juga
desain aplikasi cepat (rapid application design/RAD) karena menyederhanakan dan
mempercepat desain sistem (O'Brien, 2005).
Berdasarkan
karakteristiknya prototipe sebuah sistem dapat berupa low fidelity dan high
fidelity. Fidelity mengacu kepada tingkat kerincian sebuah sistem (Walker et
al, 2003).
Low fidelity
prototype tidak terlalu rinci menggambarkan sistem. Karakteristik dari low
fidelity prototype adalah mempunyai fungsi atau interaksi yang terbatas, lebih
menggambarkan kosep perancangan dan layout dibandingkan dengan model interaksi,
tidak memperlihatkan secara rinci operasional sistem, mendemostrasikan secara
umum feel and look dari antarmuka pengguna dan hanya menggambarkan konsep
pendekatan secara umum (Walker et al, 2003).
High fidelity
protoype lebih rinci menggambarkan sistem. Prototipe ini mempunyai interaksi
penuh dengan pengguna dimana pengguna dapat memasukkan data dan berinteraksi
dengan dengan sistem, mewakili fungsi-fungsi inti sehingga dapat mensimulasikan
sebagian besar fungsi dari sistem akhir dan mempunyai penampilan yang sangat
mirip dengan produk sebenarnya (Walker et al, 2003).
Fitur yang
akan diimplementasikan pada prototipe sistem dapat dibatasi dengan teknik
vertikal atau horizontal. Vertical prototype mengandung fungsi yang detail
tetapi hanya untuk beberapa fitur terpilih, tidak pada keseluruhan fitur
sistem. Horizontal prototype mencakup seluruh fitur antarmuka pengguna namun
tanpa fungsi pokok hanya berupa simulasi dan belum dapat digunakan untuk
melakukan pekerjaan yang sebenarnya (Walker et al, 2003).
Yang berbeda
dari metodologi prototipe ini, apabila dibandingkan dengan waterfall, yaitu
adanya pembuatan prototype dari sebuah aplikasi, sebelum aplikasi tersebut
memasuki tahap design. Dalam fase ini, prototype yang telah dirancang oleh
developer akan diberikan kepada user untuk mendapatkan dievaluasi. Tahap ini
akan terus menerus diulang sampai kedua belah pihak benar-benar mengerti
tentang requirement dari aplikasi yang akan dikembangkan. Apabila prototype
telah selesai, maka tahapan aplikasi akan kembali berlanjut ke tahap design dan
kembali mengikuti langkah-langkah pada waterfall model. Kekurangan dari tipe
ini adalah tim developer pengembang aplikasi harus memiliki kemampuan yang baik
karna dalam mengembangkan prototype ini hanya terdapat waktu yang singkat.
Sebuah prototiping adalah sebuah sistem dalam fungsi yang sangat minimal.
Tahapan
Metodologi Prototipe :
1.
Pengumpulan Kebutuhan dan perbaikan
Menetapkan
segala kebutuhan untuk pembangunan perangkat lunak
2. Disain
cepat
Tahap
penerjemahan dari keperluan atau data yang telah dianalisis ke dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh user.
3. Bentuk
Prototipe
Menerjemahkan
data yang telah dirancang ke dalam bahasa pemrograman
4. Evaluasi
Pelanggan Terhadap Prototipe
Program yang
sudah jadi diuji oleh pelanggan, dan bila ada kekurangan pada program bisa
ditambahkan.
5. Perbaikan
Prototype
Perbaikan
program yang sudah jadi, sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kemudian dibuat
program kembali dan di evaluasi oleh konsumen sampai semua kebutuhan user
terpenuhi.
6. Produk
Rekayasa
Program yang
sudah jadi dan seluruh kebutuhan user sudah terpenuhi
Keunggulan
prototyping adalah :
1. Adanya komunikasi yang baik antara pengembang
dan pelanggan.
2. Pengembang dapat bekerja lebih baik dalam
menentukan kebutuhan pelanggan.
3. Pelanggan berperan aktif dalam
pengembangan sistem.
4. Lebih menghemat waktu dalam pengembangan
sistem.
5. Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang diharapkannya.
Sedangkan
kelemahan prototyping adalah :
1. Pelanggan tidak melihat bahwa perangkat
lunak belum mencerminkan kualitas perangkat lunak secara keseluruhan dan belum memikirkan
peneliharaan dalam jangka waktu yang lama.
2. Pengembang biasanya ingin cepat
menyelesaikan proyek sehingga menggunakan algoritma dan bahasa pemrograman
sederhana.
3. Hubungan pelanggan dengan komputer mungkin
tidak menggambarkan teknik perancangan yang baik.
Daftar
Pustaka:
Pressman,
Roger. 2002. Rekayasa Perangkat Lunak pendekatan praktisi. Yogyakarta :
Penerbit Andi.